Langsung ke konten utama

Diskes Bertekad Capai Natuna Sehat







NATUNA - Dinas Kesahatan Kabupaten Natuna bertekad untuk mencapai program-program Natuna Sehat dalam rangka pencapaian visi misi daerah, Natuna Makmur Adil dan Sejahtera (MAS) 2020.



Menurut Kepala Dinas Kesehatan Natuna, Drg.Fadilah Malarangen M.Kes, pencapaian tersebut dilakukan melalui pencapaian kualitas tenaga medis, kelengkapan sarana Rumah Sakit serta penangulangan serta penyuluhan kesehatan tahun 2010.


Dalam melaksanakan pembangunan kesehatan tersebut, kata Fadilah, harus dilandasi dengan hukum seperti Undang-Undang (UU) RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU RI Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang diperbarui dengan UU RI Nomor 32 Tahun 2004 dan UU RI Nomor 33 Tahun 2004, serta Peraturan Daerah (Perda) yang berkaitan dengan bidang atau sektor kesehatan.


”Sebanyak 18 orang Bidan yang telah mengabdi selama kurang lebih 5 tahun di sejumlah Kecamatan di Kabupaten Natuna juga kita beri kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Kebidanan melalui Diploma 3. Program tersebut merupakan hasil kerja sama Pemkab Natuna dengan pihak Politeknik Kesehatan Depkes,”terangnya.


Dijelaskan, penerapan managemen kesehatan kepulauan menitik beratkan pada peningkatan akses pelayanan kesehatan di daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan. Penerapan ini merupakan salah satu upaya strategis Pemkab Natuna untuk memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat di daerah ini yang geografisnya 97 persen merupakan lautan.


Ia menambahkan, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, sejumlah kasus penyakit menular masih mendominasi di Natuna. Hasil riset 2007 Natuna memiliki kasus Hipertensi tertinggi se Indonesia 53.29 persen. Selain itu, ada beberapa penyakit menular yang memiliki jumlah kasus yang cukup tinggi seperti, malaria, infeksi pernapasan, diare dan TB Paru.

Untuk TB Paru tahun 2009, ungkapnya, ada 106 sangkaan penderita dan 65 BTA positif. Selanjutnya, sampai triwulan III tercatat 19 BTA positif dan 93 kasus BTA positif dengan gambaran radiologi yang mendukung diagnosa TB Paru.

”Dari data tersebut dapat disimpulkan penemuan kasus TB Paru secara ideal BTA positif masih rendah. Sedangkan penderita TB Paru meningkat,” ungkapnya.

Untuk kasus HIV/Aids, terangnya, dalam I tahun terakhir, cukup tinggi. Ini terlihat sejak dibentuknya klinik Volentary Counseling Testing (VCT), Juni 2009 lalu yang berhasil menjaring 18 kasus dengan rincian 10 kasus Reaktiv, 7 kasus non Reaktiv dan 1 kasus Intermedian. Dari jumlah itu, 4 kasus berakhir dengan kematian.

Ia mengakui bahwa penanganan HIV/Aids masih belum optimal karena disebabkan masih adanya stigma negatif masyarakat terhadap penderita. Sedangkan klinik VCT belum memiliki akses penyedia ART dan tenaga penanganan kasus.

”Ini harus mendapat perhatian dari pihak yang berwenang dalam hal ini, Pemerintah Provinsi Kepri dan Kementerian Kesehatan,” harapnya.

Untuk mengatasi sejumlah permasalahan itu, Pemkab Natuna mengambil inisiatif melakukan penanganan dengan pembentukan pusat pelayanan TB Paru dan HIV/AIDS. Harapannya dapat meningkatkan angka penemuan TB Paru, menurunkan angka dropout dan meningkatkan kesembuhan. Sedangkan untuk HIV/AIDS diharapkan terjadi perbaikan kualitas penanganan dan meningkatkan pengetahuan masyarakat. uajarnya.

Terpisah, Kepala RSUD Natuna dr.Samsul Rizal, menjelaskan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Untuk mewujudkan tujuan itu, katanya, perlu diciptakan Visi Indonesia Sehat 2010, yang merupakan cerminan masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia. Visi ini ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat. Serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Untuk mencapai tujuan, tambahnya, diselenggarakan pembangunan kesehatan yang berkesinambungan, baik oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, maupun oleh masyarakat termasuk swasta.

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan daerah. Ini dihadapkan kepada beberapa keadaan dan isu penting yakni kesehatan sebagai hak azasi dan sekaligus investasi.

Adanya transisi demografis dan epidemiologis, tantangan global sebagai akibat kebijakan perdagangan bebas, demokratisasi yang terus berkembang di segala bidang dan aspek kehidupan.

”Isu-isu penting ini apabila dihadapi dengan arif bijaksana dan merupakan sebuah peluang dan sekaligus pula tantangan untuk pembangunan sektor kesehatan di masa datang,” pungkasnya mengakhiri. Riky R/ Suber:WWW.DETIKKEPRI.COM

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SD 002 Sedanau Butuh Perhatian

NATUNA – SD Negeri 002 Sedanau, Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna masih membutuhkan perhatian dari Pemerintah. Pasalnya gedung SD yang dibangun sejak tahun 2002 silam tersebut masih minim dengan berbagai fasilitas yang dibutuhkan sebagai sarana penunjang belajar mengajar. Kepala Sekolah SD Negeri 002, Dullah Jaya menjelaskan pihaknya telah berulang kali mengajukan bantuan untuk kelengkapan sarana prasarana belajar mengajar tersebut. Hanya saja, hingga kini, pengajuan tersebut belum juga dipenuhi. “Kita sudah berupaya mengusulkan bantuan untuk melengkapi sarana prasana yang dibutuhkan namun belum dijawab. Padahal, kelengkapan sarana prasarana tersebut dibutuhkan untuk meningkatkan mutu pendidikan,” kata Dullah menjawab FOKUS, beberapa waktu lalu. Menurut Dullah, SD Negeri 002 selama ini juga belum pernah mencicipi Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang Pendidikan. Tidak diketahui apa penyebab tidak pernahnya dana DAK disalurkan ke SD Negeri 002. Padahal, ia sudah sering mendegar keb...

Merasa Bisa atau Bisa Merasa? (Local Wisdom 8)

Oleh: Agung Praptapa Kompetenkah Anda? Profesionalkah Anda? Mampukah Anda? Dalam menjawab pertanyaan tersebut terdapat dua kelompok besar yang saling bertentangan. Kelompok yang pertama akan dengan cepat mengatakan saya kompeten, saya profesional, dan saya mampu. Tapi begitukah keadaan sebenarnya? Tentunya tidak ada jaminan bahwa orang yang mengatakan dirinya kompeten dalam kenyataannya juga kompeten. Yang mengaku profesional belum tentu profesional. Yang mengatakan dirinya mampu dalam kenyataannya belum tentu mampu. Bisa saja mereka hanya “merasa” kompeten, “merasa” profesional, dan “merasa” mampu. Hanya “merasa”. Kenyataannya? Belum tentu! Untuk itulah maka kearifan lokal jawa mengajarkan dua hal yang terdiri dari dua kata dengan dua penempatan. Dua kata yang dimaksud adalah kata “rumongso” yang berarti “merasa” dan kata “biso” yang berarti “bisa ” atau “mampu”. Dua penempatan yang dimaksud disini adalah penempatan dua kata tersebut yang bisa ditempatkan dalam dua kombinasi, yaitu...