NATUNA – Wakil Ketua DPRD Kabupaten Natuna, Imalko S.Sos menyatakan komitmennya untuk membangun Natuna. Hal ini dilakukan dengan menggali semua potensi yang dimiliki Kabupaten terpencil tersebut.
“Kita melihat perspektif Natuna demikian elok dengan banyak potensi. Sayang jika pulau yang terletak nun jauh di mata ini tidak termanfaatkan secara optimal sehingga tetap menjadi pulau terluar yang terpencil di ujung utara bumi pertiwi,” ujarnya kepada detikkepri.com.
Meski terpencil dan minim fasilitas, ungkapnya, Natuna sebenarnya bukanlah Kabupaten yang miskin. Di bagian utara Natuna, terpendam ladang gas D-alpha dengan total cadangan 222 trilyun cubic feet. Selain itu, ada kandungan gas hidrokarbon sebesar 46 trilyun cubic feet.
“Ini menjadikan Natuna sebagai salah satu sumber cadangan gas terbesar di Asia,” jelas kader muda Partai Demokrat tersebut.
Dikatakanya, untuk perhubungan laut, Natuna tinggal mengimplementasikan Inpres No 5/2005 secara serius. Dengan aturan itu dapat diberlakukan azas cabotage dengan meningkatkan produktivitas dan efisiensi pelayanan pelabuhan laut dan mengembangkan pelabuhan Natuna,
Diluar itu, masih ada potensi pariwisata bahari, pertambangan dan energi, serta industri maritim yang terus mengalami perbaikan. Jika daerah mampu meningkatkan intensitas pembangunan ekonomi kelautan secara profesional, maka bidang kelautan tidak saja mampu mengeluarkan daerah dari persoalan kemiskinan dan pengangguran, tetapi juga dapat menghantarkan Kabupaten Natuna menjadi Negeri yang maju, adil-makmur dan bermartabat.
“Memang, perbaikan pembangunan ekonomi di berbagai sektor kelautan tersebut masih jauh dibanding potensinya.,” katanya.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Imalko menilai kebijakan politik-ekonomi (seperti fiskal-moneter, hukum, keamanan, otda, infrastruktur, dan ketenagakerjaan, red) harus kondusif bagi tumbuh-kembangnya ekonomi kelautan. Ini karena kelautan adalah salah satu sumber daya pembangunan yang sempat ditinggalkan dan dilupakan dalam laju gerak pembangunan pada masa Orde Baru.
”Padahal, sebagai negara maritim, potensi sumber daya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil, sangatlah besar dan berlimpah untuk dikelola secara optimal sehingga bisa memberi dampak multidimensi yang signifikan bagi negara dan bangsa khusunya di daerah perbatasan seperti Natuna,” tambahnya.
Dijelaskan, potensi sumber daya kelautan tidak hanya terdiri atas sumber daya perikanan, tetapi juga pariwisata, perdagangan, perhubungan dan idustri kelautan. Karena itu, penyangkalan terhadap realisasi potensi-potensi sumber daya tersebut, sangat merugikan masa depan pembangunan.
Bahkan, selama ini, tambahnya, ada kesan kaum nelayan dengan berbagai masalah yang dihadapi dipotensikan secara marginal sebagai komunitas yang terpisahkan dan ditinggalkan dari derap pembangunan negeri ini.
“Karena itu mari kita wujudkan bersama dan satukan tekat membangun Natuna lebih baik dengan menyukseskan Visi Misi Natuna MAS.” pungkas Imalko.
Menurutnya, komitmen Indonesia terhadap perjanjian perdagangan bebas internasional juga mengikat daerah otonom baik dari segi kebijakan yang dibuat maupun dalam praktiknya terhadap dunia usaha. Setiap pendekatan yang dilakukan oleh daerah dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan perdagangan dan dunia usaha harus tetap mengacu dan mempertimbangkan kepentingan nasional khususnya, komitmen Indonesia terhadap kerangka kesepakatan perdagangan multilateral.
Berkaitan dengan otonomi yang cendrung memunculkan kesenjangan sosial antar kelompok masyarakat, keterbelakangan sosial, dan masalah-masalah sosial lainnya merupakan akibat yang berjalan seiring dengan kegiatan pembangunan. Kondisi demikian, jika tidak diatasi akan berimplikasi serius terhadap kelangsungan jalannya pembangunan.
“Karena di dalam sistem pembangunan yang tidak secara integral disediakan perangkat program untuk mengantisipasi dampak negatif yang diakibatkannya. Dan penanganan masalah-masalah sosial yang muncul, biasanya dilakukan setelah dilaksanakannya kegiatan pembangunan. Dan setelah tahu bahwa kegiatan pembagunan melahirkan sejumlah masalah sosial, barulah kita merencanakan kegiatan untuk mengatasinya. Apakah akan seperti ini? Tentu jawabnya tidak! “ pungkasnya mengakhiri. Riky Rinovsky
Komentar