Langsung ke konten utama

Mendu, Seni Lakon Yang Hampir Punah





NATUNA –Mendu adalah seni lakon berbentuk teater khas Bunguran, Natuna yang berbatasan langsung dengan Negara Vietnam. Kini, kesenian rakyat yang bertutur berbagai ragam kehidupan masyarakat yang berkembang sejak ratusan tahun silam, hampir punah tergilas zaman.



Kesadaran generasi muda melestarikan budaya tersebut juga kian memudar, seiring maju dan berkembang peradaban serta teknologi. Hal ini terlihat dengan minimnya pertunjukan yang mempertontonkan Mendu.

“Mendu adalah kesenian lakontradisional khas Natuna, Kepulauan Riau. Kini kian ditinggalkan khalayak tempatan,” ujar Wakil Ketua Pergasi Kepri, H.Asmui Bakar, kelahiran Sedanau, Natuna, 5 Juni 1948.

Akibat semakin berkurangnya penyelenggaraan pementasan Mendu, ungkapnya, membuat orang Melayu sendiri pun kurang mengenalnya. Ditambah lagi dengan gempuran budaya global melalui media elektronik yang semakin menggila.

Selain itu, para pemain Mendu yang mahir, juga semakin langka. Kalaupun ada, kondisinya sudah renta, sementara para pemuda tempatan, kurang tertarik untuk melakukannya.

“Setakad ini memang sulit untuk mencari pemendu-pemendu muda. Penyebab adalah selama ini kesenian tradisional asal Bunguran, Natuna itu masih dalam "kesenian" dan belum dipublikasi dalam bentuk buku,” tuturnya.

Ia mengungkapkan, kesenian lakon itu, merupakan salah satu khazanah budaya dan kesenian yang sudah lama berakar pada masyarakat Melayu Kepulauan Riau. Karena itu, bila tidak ada upaya yang sungguh-sungguh untuk membudayakannya dengan mendokumentasikan dalam karya tulisan, alamatlah kesenian Mendu, hilang di bumi.

Menurutnya, generasi sekarang dan masa yang akan datang harus dikenalkan dengan kesenian lakon yang sudah termasyhur di dunia tersebut. Caranya, dengan menerbitkan buku-buku tentang Mendu di bumi Melayu. Salah satunya adalah buku karya seorang pemendu asal Natuna, Asmui Bakar yang bertajuk "Mendu, Episode Raja Muda Sebuah Seni Teater Tradisional Kepulauan Riau".

Ia menilai, karya budaya tulis ini sebagai salah satu usaha dalam menanamkan kecintaan generasi muda terhadap kebudayaan yang bersebati dengannya di masa datang dengan dunia yang global. Buku itu disusun dengan perwajahan yang eksotik dan penyajiannya orisinil dengan urutan lakon.

“Tujuannya agar pembaca, pencinta seni Mendu dan khalayak yang tertarik mendalami kesenian lakon ini lebih mudah memahami dan melakonkannya. Dengan demikian, esensi Mendu sebagai kesenian tradisional Melayu Kepulauan Riau tidak terbongkah, kendati sudah dan akan dilakukan modifikasi-madifikasi dalam rangka pengkayaan kebudayaan,” terangnya.

Dia mengungkapkan, buku tentan Mendu tersebut dapat memberikan nuansa baru bagi upaya pelestarian kebudayaan Melayu terutama seni teater tradisional. Diharapkan pula buku tersebut dapat menghantarkan keagungan kembali Melayu di bumi, sehingga "takkan hilang Melayu di bumi", benar-benar nyata. (Riky. R)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Malu Ah Sama Monyet!

Oleh: Erika Untung Ada hal menarik yang saya lihat ketika sedang menghabiskan akhir minggu bersama dengan papa, mama, oma, dan 2 adik saya. Dalam sebuah perjalanan di daerah Kelapa Gading, saya melihat hal yang cukup menggelikan ketika sedang terjebak kondisi jalanan yang macet. Di pinggir jalan ada 1 ekor monyet beserta dengan sang majikannya. Ketika mobil yang saya tumpangi secara perlahan maju ke depan menjauhi monyet tersebut, perhatian saya secara tidak sengaja tetap tertuju pada si monyet tersebut. Sang pengendara mobil di belakang saya menjulurkan tangannya untuk memberikan selembar uang seribuan kepada monyet tersebut. Apa yang terjadi? Monyet tersebut menerima uang lembaran tersebut. Kemudian melipatnya … dan menciumnya, serta menunduk berterimakasih kepada sang pemberi uang tersebut.. Whew! Sungguh hampir sama dengan manusia bermental pengemis yang semakin banyak saja di negeri ini! Kemudian sang monyet tersebut memberikan uang tersebut kepada majikannya yang hanya ce...

Logo Daerah Kabupaten Anambas Diresmikan

ANAMBAS - Setelah melalui pematangan dari hasil pencarian karakter marwah negeri Kepulauan Anambas untuk symbol daerah, Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Tentang Logo dan Motto Kabupaten Kepulauan Anambas, akhirnya diresmikan pada Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Kepulauan Anambas, 24 Juni 2010. Peresmian ini menjadi lebih istimewa karena bertepatan dengan hari terbentuknya Kabupaten Anambas. Pejabat Bupati Anambas, Yusrizal mengaku lega dan senang dengan telah disahkannya lambang daerah ini. “Ini merupakan salah satu barometer daerah pemekaran yang baru seumur jagung dan dengan harapan Anambas bisa menciptakan daerah yang maju dan berkembang disegala sektor,” ujar Yusrizal. Menurutnya, logo daerah hendaknya bukan sekedar penghias sebuah struktur kepemerintahan tapi merupakan sebuah atribut yang terus akan dipertahankan dan diperjuangkan. Karena itu, atas nama pemerintah daerah ia menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangsih sehingga produk logo...