sumber:www.Detikkepri.com
KEPRI – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH.Migas) meminta Pertamina untuk segera mengelola Blok D Alpha Natuna. Pasalnya, Pertamina telah ditunjuk Pemerintah untuk mengelola Blok Migas dengan kandungan gas sebesar 46 triliun kaki kubik tersebut.
Kepala Operasi BPH.Migas Wilayah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut), Hanif Rusjdi, mengungkapkan untuk pengelolaan Blok D Alpha Natuna, Pertamina telah memiliki beberapa calon mitra. Diantaranya, Chevron, Shell, Total, ExxonMobil, Statoil, ENI, Star Energy dan Petronas.
“Kita berharap Pertamina sesegera mungkin menyelesaikan masalah pengelolaan Blok D Alpha Natuna yang terletak di bagian utara lepas pantai Kepulauan Riau tersebut,” ujarnya dalam seminar tentang Migas di Hotel Nirwana Garden, Senin (19/7).
Dijelaskan, Pemerintah telah menunjuk Pertamina untuk pengembangan Blok D Alpha Natuna melalui Surat Menteri ESDM Nomor : 3588/11/MEM/2008 tertanggal 2 Juni 2008. Blok yang terletak di cekung utara sekitar Pulau Laut, Kabupaten Natuna tersebut rencananya akan mulai dikembangkan pada 2010 dan diperkirakan akan berproduksi pada 2018.
Ia mengungkapkan, perkiraan investasi terendah yang akan dilakukan Pertamina sebesar US$.20 Miliar. Padahal sebelumnya, untuk pengembangan Blok D Alpha Natuna, Exxon Mobil, memperkirakan membutuhkan dana sebesar US$.40 Miliar.
“Salah satu penyebab besarnya investasi karena gas yang terkandung dalam Blok D Alpha Natuna mengandung CO2 yang cukup tinggi sehingga memerlukan teknologi untuk memisahkannya,” terangnya.
Blok D Alpha, sebelumnya diserahkan pengelolaannya ke Exxon Mobil. Namun, hingga kontrak pertama berakhir tahun 1985, Exxon tidak juga mampu melakukan pengembangan dengan dalih tingginya kandungan CO2 pada gas yang ada di blok tersebut.
Selanjutnya, Exxon mendapat perpanjangan kontrak 20 tahun dan boleh mengelola blok D Alpha hingga 2005. Dan selama 20 tahun berselang, Exxon tetap tidak juga beroperasi dan tidak juga mengajukan program pengembangan lapangan seperti yang diwajibkan dalam kontrak.
Sesuai ketentuan, kontrak ExxonMobil di Natuna harusnya berakhir sejak 9 Januari 2005 atau 10 tahun setelah Basic Agreement versi amandemen. Terhadap hal ini, Exxon ternyata menolak pemutusan kontrak dengan alasannya, pada 17 Desember 2004, atau 4 minggu sebelum kontrak berakhir, ExxonMobil mendeklarasikan niatnya kepada BPH.Migas untuk mengembangkan struktur AL di Blok Natuna.
“ExxonMobil menganggap surat komitmen itu sudah cukup untuk menghindari berakhirnya kontrak karena mereka telah menyatakan kesanggupan untuk melanjutkan pengembangan wilayah ini,” pungkasnya mengakhiri.laporan Riky Rinovsky
KEPRI – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH.Migas) meminta Pertamina untuk segera mengelola Blok D Alpha Natuna. Pasalnya, Pertamina telah ditunjuk Pemerintah untuk mengelola Blok Migas dengan kandungan gas sebesar 46 triliun kaki kubik tersebut.
Kepala Operasi BPH.Migas Wilayah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut), Hanif Rusjdi, mengungkapkan untuk pengelolaan Blok D Alpha Natuna, Pertamina telah memiliki beberapa calon mitra. Diantaranya, Chevron, Shell, Total, ExxonMobil, Statoil, ENI, Star Energy dan Petronas.
“Kita berharap Pertamina sesegera mungkin menyelesaikan masalah pengelolaan Blok D Alpha Natuna yang terletak di bagian utara lepas pantai Kepulauan Riau tersebut,” ujarnya dalam seminar tentang Migas di Hotel Nirwana Garden, Senin (19/7).
Dijelaskan, Pemerintah telah menunjuk Pertamina untuk pengembangan Blok D Alpha Natuna melalui Surat Menteri ESDM Nomor : 3588/11/MEM/2008 tertanggal 2 Juni 2008. Blok yang terletak di cekung utara sekitar Pulau Laut, Kabupaten Natuna tersebut rencananya akan mulai dikembangkan pada 2010 dan diperkirakan akan berproduksi pada 2018.
Ia mengungkapkan, perkiraan investasi terendah yang akan dilakukan Pertamina sebesar US$.20 Miliar. Padahal sebelumnya, untuk pengembangan Blok D Alpha Natuna, Exxon Mobil, memperkirakan membutuhkan dana sebesar US$.40 Miliar.
“Salah satu penyebab besarnya investasi karena gas yang terkandung dalam Blok D Alpha Natuna mengandung CO2 yang cukup tinggi sehingga memerlukan teknologi untuk memisahkannya,” terangnya.
Blok D Alpha, sebelumnya diserahkan pengelolaannya ke Exxon Mobil. Namun, hingga kontrak pertama berakhir tahun 1985, Exxon tidak juga mampu melakukan pengembangan dengan dalih tingginya kandungan CO2 pada gas yang ada di blok tersebut.
Selanjutnya, Exxon mendapat perpanjangan kontrak 20 tahun dan boleh mengelola blok D Alpha hingga 2005. Dan selama 20 tahun berselang, Exxon tetap tidak juga beroperasi dan tidak juga mengajukan program pengembangan lapangan seperti yang diwajibkan dalam kontrak.
Sesuai ketentuan, kontrak ExxonMobil di Natuna harusnya berakhir sejak 9 Januari 2005 atau 10 tahun setelah Basic Agreement versi amandemen. Terhadap hal ini, Exxon ternyata menolak pemutusan kontrak dengan alasannya, pada 17 Desember 2004, atau 4 minggu sebelum kontrak berakhir, ExxonMobil mendeklarasikan niatnya kepada BPH.Migas untuk mengembangkan struktur AL di Blok Natuna.
“ExxonMobil menganggap surat komitmen itu sudah cukup untuk menghindari berakhirnya kontrak karena mereka telah menyatakan kesanggupan untuk melanjutkan pengembangan wilayah ini,” pungkasnya mengakhiri.laporan Riky Rinovsky
Komentar